Minggu, 29 Mei 2016

Daun Yang Mengering

Tak perlu lagi mengungkit siapa yang paling terluka disini. apa yang telah menjadi derita biarlah berlalu dan terhempas oleh waktu. Untuk beberapa saat hampir saja mati asa ini untuk menulis. Namun aku tau dari kau lah kegemaran ini berasal.

Kau? Ya Kau membuatku menjadi gemar menulis. menyatukan beberapa kata yang tersusun dalam kalimat-kalimat majas metafora. semua yang tertulis ini untukmu. Hanya untukmu. Tercipta lagi tulisan inipun karenamu. Karena lagi-lagi aku merindukan sosokmu. "Metafora ku" 

Mungkin lagi-lagi kau akan menganggapku pembual yang bergurau tentang perasaan. Tak apa-apa. Aku tidak terlalu merasa kecewa saat kau tidak sedikitpun mempercayaiku. Aku tau semua punya penilaian tentang apa yang oranglain tunjukan. Mungkin cara atau apa yang aku tunjukan memang belum cukup mampu untuk membuka ruang kepercayaan hati dan logikamu. 

Darimu aku tau banyak hal. Salah satunya adalah tentang bagaimana memberi tanpa perlu mengharapkan apapun. Tidak akan lagi aku berharap darimu karena aku tau ketulusan tidak pernah mengharapkan apa-apa. Kau akan tetap menjadi salah satu orang yang akan aku sayang. Akan dan tetap! Satu lagi. Aku tidak akan mencoba meraih dan mendekatimu selama aku tau apa yang membuatmu begitu bersinar adalah Dia. Dan kau tak perlu menganggapku ada karna aku telah menghargai bahwa dia akan selalu ada dihatimu. Ada dan selalu ada. Lewat ini mohon titipkan salamku untuk dia yang akan selalu jadi jari-jari dilingkaran hidupmu. 
Peace to be friend.

Entah Jilid 2

Malam itu aku ingin mewujudkan keinginan dari rasa yang kian menyesakkan jantungku. Dengan sedikit keberanian. Aku mencoba menghubungimu. Mencari kontakmu yang ku temukan disebuah percakapan disalah satu jejaring sosialku. 

Ku kira semua akan sesuai dengan apa yang ku harapkan. Namun Kau masih saja bersikap dingin. Sedikit menyentuh memang. Namun Setidaknya terjawab sudah apa yang ku inginkan.
 
Untuk Berkata rindu padamu saja tak sanggup aku katakan. Entah karna hujan malam itu atau karna dinginnya sikapmu. Entahlah. Semua yang kurasa saat itu begitu dingin. Mungkin karna emosi yang membeku ini berubah jadi cair. Tiba-tiba cairan dari emosi beku tadi membasahi jiwa dan mataku.
 
Beberapa menit sudah aku bicara denganmu. Entahlah apa yang aku katakan saat itu. aku tak menyadarinya. Mungkin gurauan atau bualan yang keluar dari mulutku, atau semacamnya. Persetan dengan percaya atau tidaknya kau! yang aku rasakan saat itu aku terpukau mendengar suaramu. 

Entah setelah ini akan terjadi seperti apa? Aku tak peduli. Aku rindu suaramu itu saja. Yang terpenting saat ini bukanlah berlari dan mengejar untuk mendapatkanmu. Aku tak lagi mengharap itu! Aku hanya mengasihi hatiku ini. Hatiku? Bukan! Bukan hatiku tapi diriku. Aku lupa bahwa aku tidak lagi mempunyai hati. Satu-satunya organ vitalku yang bernama hati itu telah aku berikan kepada orang yang tak menginginkannya. Lantas telah terbuang atau dihancurkan olehnya. Entahlah.